Selasa, 20 Januari 2015

Ngesti Pandawa, Wayang Orang Semarang

Wayang, yang ada di benak kita tentang wayang  identik dengan wayang kulit, karena begitu banyak pementasannya, baik yang pakem (sesuai aturan dan alur cerita) atau yang sudah kontemporer yang dikembangkan oleh berbagai universitas seni yang ada di Indonesia umumnya dan Jawa pada khususnya. . Ternyata di Indonesia wayang ada banyak sekali jenisnya. Wayang Golek, wayang kulit, Wayang Menak dan lain-lain. 

Dalam tulisan ini saya akan sedikit menulis tentang Wayang yang ada di kota Semarang, khususnya wayang orang, sebuah pagelaran yang sudah jarang di kota-kota besar lainnya. Wayang Orang Semarang terkenal dengan nama Ngesti Pandowo. Wayang Orang Ngesti Pandowo merupakan salah satu Ikon budaya Semarang yang masih berdiri sejak tahun 1937. Mengapa ada nama Pandowo? karena didirikan oleh lima orang sesepuh budaya yaitu Sastro Sabdo, Darso Sabdo, Narto Sabdo, Sastro Soedirjo dan Kusni. 

Dahulu wayang ini bermain berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain (Wayang Tobong), hingga akhirnya Walikota Semarang tahun 1950, Hadi Supeno menginginkan agar Ngesti Pandowo menetap di Semarang, sampai sekarang. 

Dinamika yang dialami wayang Orang Ngesti Pandowo sangatlah tinggi, dari masa sulit "kelilingan" , pentas di Instana Negara era Presiden Soekarno, mendapat penghargaan "Wijaya Kusuma" di 17 Agustus 1962, Menetap di semarang (gedung GRIS sekarang Mall Paragon) hingga terakhir kembang kempis menetap di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) jalan Sriwijaya Semarang.

Sekarang ini Kesenian Wayang Orang Ngesti Pandowo mulai menggeliat lagi, dengan adanya anak muda yang tertarik dengan kesenian ini, ditambah dengan jadwal yang rutin berpentas setiap Sabtu malam jam 20.00 di TBRS Semarang.   

Berikut beberapa foto saat hunting di TBRS mulai dari persiapan mereka manggung sampai pentas diatas panggung.



Persiapan di ruang ganti belakang panggung



 Riuh rendah suasana ruang ganti


 Mengepel lantai tempat pertunjukan


Harus bisa merias sendiri


SoundMan



 memasang ascesoris


 Saya foto bersama "anak wayang"


 Penabuh Gong



Tarian pembuka, tampak pemain lain menunggu giliran keluar



"Goro-Goro" oleh Panakawan yang bikin tertawa dengan humornya



Action pertempuran



Menggunakan properti buatan sendiri



Pementasan dimulai



Action


Anak muda ikut bermain


Demikian sekelumit tentang Ngesti Pandowo, yang tetap berusaha bertahan dengan serangan kesenian dari luar. Kita selaku generasi muda seyogyanya tetap menghidupkan atau "nguri-nguri" kebudayaan kita sendiri. Wayang adalah budaya Adiluhung dari Indonesia.

Masukan dan saran selalu ditunggu untuk kemajuan kita bersama, Terimakasih



Rabu, 14 Januari 2015

Foto Wedding

Bermula dari hobi beberapa tahun lalu, membuat saya lebih berkembang dalam pengetahuan fotografi yang akhirnya memberanikan diri menawarkan jasa fotografi ke halayak umum.
Memotret wedding sangatlah pelik dan membutuhkan kesabaran yang tinggi, teliti dengan persiapan yang matang. Hal ini dikarenakan momment yang tidak dapat diulang, sehingga kita dituntut untuk mengahasilkan foto yang pas pada momment yang pas pula.

Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum memotret wedding:
1. Lakukan diskusi dengan keluarga mempelai untuk kepastian  konsep dan susunan acaranya
2. Melakukan survey ke lokasi-lokasi yang menjadi venue wedding
3. Mempersiapkan alat-alat yang dibutuhka sesuai dengan lokasi serta melakukan pembagian tugas.
4. Jangan Lupa.. Cari sumber daya Listrik untuk keperluan LIGHTING   ... hehehehehehe :D
5. Koordinasi kembali dengan tugas masing-masing dan jangan lupa berdo'a.
6. Last but not leave , Pastikan harga sudah deal terlebih dahulu  hehehehehehehehe........ :D 

Apabila segala sesuatunya sudah disiapkan maka kita tidak akan bingung pada saat hari H.
Saya biasa mengerjakan foto weding dengan minimal 2 orang (melihat situasi tempat / Venue) dan harga pastinya :D.

berikut beberapa contoh hasil kerja saya yang sudah di edit untuk keperluan album magazine:

Wedding Yusuf dan Ayu


Wedding Putri dan Ikhwan


Wedding Niken dan Gayuh




Wedding Tia dan Rizky


Wedding Vicky dan Eri

Dalam fotografi wedding ini jangan berfikir secara kolot , dalam artian "foto harus sudah jadi gak perlu diedit". Menurut saya dalam wedding fotografi post prosesing atau editing diperlukan untuk menambah "art" dari foto itu sendiri sehingga klien merasa puas dengan hasil yang kita berikan. Ingat, Tolok ukur kepuasan ada pada klien, bukan diri kita. Tapi alangkah indahnya jika keduabelah pihak terpuaskan...

Demikian beberapa contoh album yang sudah jadi semoga sedikit sharring ini bisa menambah pengetahuan kita tentang foto wedding.


#untuk Prewedding akan saya bahas setelah ini yaaa... (ditunggu)



Rabu, 07 Januari 2015

Minim Penerus, Pengrajin Gerabah di Langenharjo Kendal Mencoba bertahan

Desa Langenharjo yang terletak di kota Kendal merupakan desa sentra pengrajin gerabah . Secara turun temurun keahlian membuat gerabah ini diwariskan dari jaman dahulu. Industri rumahan ini ternyata sudah menyuplai kebutuhan gerabah hampir di pelosok pulau jawa.

Gerabah yang dihasilkan berupa gentong, periuk, cobek, tempat payung, kuali, kendi, vas bunga, pot dan lain-lain. 

Yang menjadikan prihatin adalah, bahwa kerajinan ini sudah ditinggalkan oleh generasi muda yang ada disana. Hanya sebagian kaum Tua yang masih bergelut dengan tanah liat dan menjadikan tumpuan hidup.

"Tentu berbeda bilamana menengok kerajinan gerabah di daerah lain, seperti Kasongan, Yogyakarta, dan Klampok, Banjarnegara. Suasana perkampungan di tengah Kota Kendal itu nyaris tidak menampakkan sebagai tempat penghasil gerabah. Padahal dalam era 60-an hingga 80-an, kampung ataupun masyarakat setempat pernah ''berjaya'' sebagai penghasil kerajinan tersebut.
Kaum muda tampaknya tak lagi berminat menjadi perajin gerabah. Pekerjaan itu mereka nilai tak bisa dijadikan sebagai gantungan hidup. Era keemasan sudah berlalu, gerabah Kampung Pekunden kini kembang-kempis ." #Suara Merdeka 15 juli 2003
Sebenarnya Kalau dilihat dari kemampuan serta "teknik" pembuatan, mereka tidak kalah dengan daerah penghasil gerabah lainnya. Namun memang kendala bahan baku yang tersedia di wilayah Kendal ini yang membuat hasil gerabah kurang maksimal.

Keunikan yang terjadi di desa Langenharjo ini adalah tempat yang digunakan untuk membakar gerabah. Pada sentra kerajinan didaerah lain bisa dipastikan sudah menyiapkan sebuah lahan yang memang khusus untuk membuat, mengeringkan maupun membakar, sehingga tidak terkendala cuaca dalam proses produksinya. Disini, pembuatan dilakukan di teras rumah, bahkan didalam rumah tinggal, penjemuran juga dilakukan ditepi jalan atau pekarangan. Dan untuk membakar dilakukan ditegah jalan kampung. Sehingga apabila kita mau lewat harus benar-benar berhati-hati agar tidak terkena bara. UNIK.....

Berikut beberapa foto yang bisa saya ambil disana ditemani oleh dua teman dari Kendal , Rena dan Puspa.
Semoga dengan tulisan ini bisa mengajak generasi muda untuk ikut mengembangkan kerajinan ini disana.  

Persiapan Memulai membuat gerabah


Pembuatan dimulai dengan teliti dan hati-hati


Hanya menggunakan alat sederhana

Dikerjakan di teras rumah yang tersedia


Membakar gerabah ditengah jalan kampung


Hanya generasi tua yang mengerjakan

Peralatan yang sederhana


Pengrajin menunjukan hasil jadi 

Memadatkan tanah liat



Memadatkan tanah liat


Mulai membentuk


 Kaki sebagai alat utk memutar 


Butuh ketelitian


Check ulang simetrisnya


 Menghias dengan ornament sederhana


Dijemur di teras rumah


 Mengandalkan terik matahari

Pembakaran yang dilakukan di tengah jalan Kampung


 Gerabah yang sudah jadi


 Baru diangkat dari Pembakaran



 Ditata



 Siap Jual



Istirahat Sejenak sebelum mengangkat hasil bakaran kembali


Pengrajin bersama Cucunya