Kamis, 07 Agustus 2014

Street Fotografi





Dalam bahasa Indonesia bisa diterjemahkan Fotografi jalanan, yang mempunyai arti mengabadikan segala sesuatu yang berada dijalanan atau lebih luasnya di ruang publik (jalan, mall, pasar, terminal, stasiun, dan sebagainya) bisa dari candit atau kondisi yang sebenarnya. Namun secara baku di Indonesia belum ada kesepakatan untuk pengertian atau arti dari street fotografi ini.
Foto-foto genre ini biasanya di ambil pada kondisi yang sebenarnya dengan meminimalkan memanipulasi obyek. Unsur- unsur yang di tekankan pada genre ini biasanya mommen yang pas (decisive moment), expresi, yang di masukkan atau dibingkai dalam satu komposisi yang diinginkan.
Menurut pemikiran saya Street fotografi ini juga  bisa juga masuk atau merupakan unsur dari Human Interst Fotografi. Karena sebagian juga mengexplore tentang manusia yang ada di jalan atau tempat publik.


Berikut beberapa foto yang saya ambil dari berbagai tempat tentang street Fotografi :

Memanfaatkan tekstur jalan paving block di Pelabuhan Tanjung Emas yang terkena rob 


Memanfaatkan genangan air di jalan untuk memotret lampu kota



Kondisi di pinggir jalan



Pelukis jalanan yang dikelilingi pejalan kaki di Malioboro Yogyakarta



Parkir sepeda yang semrawut




Memanfaatkan refleksi di jalan



Kondisi di belakang stasiun Tawang Semarang



Refleksi air di jalan



Pedagang Sepeda menunggu pembeli



Bermain bersama cucu



Jalanan lorong Pasar



Didepan rumah



Menyeberang sungai Banjir Kanal Timur



Lapak Pasar (Kaponan) masih terkunci



Penumpang menunggu kereta selanjutnya



Menyiapkan kamera



Refleksi di Masjid Agung Jawa Tengah



moving di sebuah lobby hotel

Vandalisme kota lama Semarang


Pamer Akik @ pasar ayam Sendowo



  1. Nyapu gereja Blenduk





Senin, 04 Agustus 2014

Rewandha di Goa Kreo

Kota Semarang mempunyai lokasi wisata alam bernama Goa Kreo. terletak di desa Kandri Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. Seperti legenda-legenda yang lain Goa ini punya latar belakang cerita yang unik dan berhubungan dengan Masjid Agung Demak.

Legenda ini dimulai ketika Sunan Kalijaga mencaritonggak penyangga(sakaguru) untuk masjid Agung Demak.Beliau menemukan dan membawa  kayu jati tersebut namun kayu itu terjepit pada tebing. Maka Sunan Kalijaga beserta pengikutnya beristirahat dahulu dipuncak bukit, dan dibukit itulah beliau menemukan goa yang memungkinkan untuk bersemedi.Sedangkan para pengikutnya beristirahat sambil menyiapkan bekal untuk selamatan.

Pada saat sedang makan bersama, datanglah empat monyet(kera) berwarna merah, kuning, hitam dan putih, dengan tujuan ingin membantu kesulitan yang dihadapi Sunan Kalijaga. Berbagai cara di tempuh untuk bisa melepas kayu yang terjepit itu. Akhirnya kayu tersebut terpaksa dipotong menjadi dua bagian. bagian pertama tenggelam di ladang bukit itu dan potongan kedua berhasil dibawa ke Demak.

Keempat kera itu ingin ikut Sunan Kalijaga, namun tidak diperbolehkan. Akhirnya keempat Kera itu diberi wewenang untuk "ngreho" yang artinya merawat goa dan sungai di lokasi bukit itu. dari kata ngreho itulah lama-lama berubah menjadi Kreo dan goa tersebut sekarang banyak sekali kera yang menjaga di termpat tersebut.

pintu masuk lokasi wisata Goa KREO


kirap dari napak tilas Sunan Kalijaga  dipimpin Lurah Kandri



 Sunan Kalijaga dan para Santrinya



 Keempat Kera yang membantu Sunan Kalijaga


 Kayu yang diangkut menuju Demak dibantu para Kera



 Tarian Kera diperagakan anak2 Kandri


Tarian Kera diperagakan anak2 Kandri




 Arak-arakan kirap



 Santri Sunan Kalijaga



 Pengangkut sesaji untuk Kera



 Persiapan sebelum Kirap



 "Kera" in action



 Ngalap Berkah dari sesaji/gunungan berisi Nasi Gudangan



 Sesaji yang dinikmati Kera



 Sesaji yang dinikmati Kera



 Sesaji yang dinikmati Kera



Penulis Narsis dulu diantara sesaji Thanks to Elly (harian Rakyat Jateng)



 Suasana saat Hunting foto di pelataran Thanks to Elly (harian Rakyat Jateng)